TBC di Kota Bogor Sempat Melonjak 300 Persen, DPRD Kota Bogor Dorong Percepatan Eliminasi

Kasus Tuberculosis alias TBC di Kota Bogor mengalami peningkatan signifikan. Data yang ada, pada 2022 tercatat ada 1.465 kasus naik dibandingkan 2021 yang hanya 462 kasus.

TBC di Kota Bogor Sempat Melonjak 300 Persen, DPRD Kota Bogor Dorong Percepatan Eliminasi
Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor Sri Kusnaeni mendorong Pemkot Bogor untuk melakukan percepatan eliminasi TBC di Kota Bogor. (istimewa)

INILAHKORAN, Bogor - Kasus Tuberculosis alias TBC di Kota Bogor mengalami peningkatan signifikan. Data yang ada, pada 2022 tercatat ada 1.465 kasus naik dibandingkan 2021 yang hanya 462 kasus. 

Kasus TBC di Kota Bogor itu menempati peringkat kedua tertinggi di Jabar. Total, pada 2022 itu di Jabar itu tercatat sebanyak 3.904 kasus dengan 248 kasus kematian.

Lantaran hal tersebut, anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor Sri Kusnaeni mendorong Pemkot Bogor untuk melakukan percepatan eliminasi TBC di Kota Bogor.

Baca Juga : Hanya Dalam Satu Bulan, Polresta Bogor Kota Ungkap 19 Kasus Narkoba dengan 24 Tersangka Ditangkap

"Kami dari DPRD Kota Bogor mendukung penuh Aksi Geulis (Aksi Gerakan Eliminasi Tuberkulosis) ini. Karena sudah ada rencana aksi daerah melalui Perwali Nomor 18/2023, semoga ini bukan hanya sekedar tertulis didalam kertas tapi kami berharap ini direalisasikan sebaik-baiknya," kata Sri, Kamis 6 Juli 2023.

Sri mengaku banyak menemui kasus penderita TBC yang jenuh atas proses penyembuhannya. Hal tersebut pun berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pengobatan pasien TBC di Kota Bogor yang pada 2022 hanya menyentuh 70 persen.

"Sehingga, upaya preventif yang dilakukan melalui Aksi Geulis, diharapkan bisa sejalan dengan upaya pengobatan, agar menurunkan angka penularan dan angka kematian karena TBC," tuturnya.

Baca Juga : Gercep Laksanakan Perintah DPP Golkar Soal Cabup Bogor 2024, Jaro Ade Apresiasi Wanhai

Dia menuturkan, persoalan kesehatan, ekonomi dan pendidikan dapat dikatakan sebagai lingkaran buruk yang harus diputus mata rantainya. Sebab, jika masyarakat mengalami persoalan pada kesehatannya, maka akan berdampak kepada terhambatnya pemenuhan perekonomiannya. 

Halaman :


Editor : Doni Ramdhani