Dua Sisi Mata Uang: Digital Lifestyle vs Perlindungan Data

Digital sudah menjadi gaya hidup, terlebih setelah hampir 10 bulan kita berenang di lautan pandemi COVID-19, belajar online, virtual meeting, nonton film streaming, belanja daring, pesan antar makanan, semua sudah menjadi kebiasaan di tengah masyarakat.

Dua Sisi Mata Uang: Digital Lifestyle vs Perlindungan Data
Ilustrasi/Antara Foto

INILAH, Jakarta- Digital sudah menjadi gaya hidup, terlebih setelah hampir 10 bulan kita "berenang" di lautan pandemi COVID-19, belajar online, virtual meeting, nonton film streaming, belanja daring, pesan antar makanan, semua sudah menjadi kebiasaan di tengah masyarakat.

Tumbuh pesatnya digital lifestyle itu tentu membawa banyak konsekuensi ketika sebagian besar keseharian kita ada di ruang digital, banyak aplikasi dibutuhkan untuk itu dan tidak sedikit dari app yang Anda gunakan meminta akses ke data pribadi.

Masalah besar saat ini adalah sebagian besar pengguna awam kita belum sepenuhnya menyadari pentingnya perlindungan data, dan mereka dengan mudah membagikan data ketika aplikasi memintanya. Tak peduli, yang penting aplikasi bisa terpasang dan bisa digunakan.

Permintaan akses data pribadi tidak dibaca dengan cermat, apalagi dengan aplikasi-aplikasi yang diam-diam melacak kehidupan pribadi, itu jauh dari jangkauan masyarakat awam kita. Hari ini mungkin tidak apa-apa, tapi suatu saat data pribadi yang Anda bagikan bisa menjadi bumerang bagi pemiliknya.

Sebagai gambaran saja, dari aplikasi yang populer dan setiap hari Anda gunakan, catatan penggunaan data pribadi membuat banyak orang tercengang. Beberapa aplikasi populer dunia yang juga Anda gunakan setiap hari telah mengumpulkan banyak data pribadi penggunanya, jadi tidak ada yang gratis sebenarnya.

Aplikasi-aplikasi populer telah memanfaatkan data pribadi Anda untuk kepentingan bisnis iklan mereka. Sekali lagi, "tidak ada yang gratis di dunia ini", pesan yang tampaknya cocok sebagai pengingat kita.

Facebook, misalnya, menurut perusahaan keamanan siber Clario, telah mengoleksi 70 persen data pribadi penggunanya, kemudian Instagram 58,82 persen, Tinder 55,88 persen, Grindr 52,94 persen, Uber 52,94 persen, Strava 41,18 persen, Tesco 38,24 persen, dan Spotify 35,29 persen.

Halaman :


Editor : Bsafaat