Sikap Kami: Madu dan Racun Infrastruktur

WASKITA Karya sedang dirundung malang. Bukan karena Profesor M, komisaris independennya. Mereka mengalami kerugian hingga Rp7,38 triliun sepanjang 2020.

Sikap Kami: Madu dan Racun Infrastruktur

WASKITA Karya sedang dirundung malang. Bukan karena Profesor M, komisaris independennya. Mereka mengalami kerugian hingga Rp7,38 triliun sepanjang 2020.

Waskita Karya adalah satu di antara sejumlah BUMN Karya di republik ini. Kondisi lainnya tak jauh beda. Jika tidak merugi, keuntungan melorot drastis. Jauh misalnya dibanding Bank BJB, BUMD Jawa Barat yang profitnya terus meroket.

Ada tiga pasal penyebab utama kerugiannya: beban pinjaman, investasi jalan tol, dan kegagalan divestasi jalan bebas hambatan itu. Pandemi Covid-19 salah satu alasan. Tapi, bukan satu-satunya. Kegagalan lain karena proyeksi bisnis yang tak tercapai.

Baca Juga : Sikap Kami: Beban Berat Kapolri

Waskita Karya adalah potret kita saat ini. Membangun infrastruktur tanpa proyeksi yang presisi. Setidaknya pada beberapa sektor pembangunan infrastruktur.

Beberapa tahun terakhir, kita begitu bernafsu membangun bandar udara, misalnya. Bahkan, tak sedikit berkelas bandara internasional. Itulah yang kemudian kita bangga-banggakan.

Ternyata, ambrol. Presiden Joko Widodo bahkan pernah menyatakan sejumlah bandara internasional tak layak karena jalur internasionalnya yang sangat sepi. Muncul saran, bandara internasional “dinasionalkan” saja.

Baca Juga : Sikap Kami: Kasus Djoko Tjandra, Ada Apa?

Salah satu bandara yang terbelit masalah itu, justru terdapat di Jawa Barat. Malu juga kita mendengar orang bilang BIJB sebagai bandara bengkel pesawat. Tapi, seperti itulah kenyataan yang mendekati. BIJB tak presisi karena –salah satunya—kita gagal menuntaskan Jalan Tol Cisumdawu.

Halaman :


Editor : Zulfirman