Sikap Kami: PNS Negeri Antah-berantah

LAMA-LAMA, kita tak paham lagi bagaimana negara ini diurus. Munculnya data 97 ribu pegawai negeri sipil (PNS) misterius yang tetap menerima gaji membuat kita tak haram untuk putus asa terhadap pengelolaan pemerintahan.

Sikap Kami: PNS Negeri Antah-berantah

LAMA-LAMA, kita tak paham lagi bagaimana negara ini diurus. Munculnya data 97 ribu pegawai negeri sipil (PNS) misterius yang tetap menerima gaji membuat kita tak haram untuk putus asa terhadap pengelolaan pemerintahan.

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menyatakan gaji atau pensiunan mereka dibayar, tapi tidak ada orangnya. Anak buahnya, Paryono, Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN, menyataan orangnya sebenarnya ada, tapi tak terdaftar di pendataan ulang PNS (PUPNS).

Entah mana yang benar, yang jelas pemerintah telah gagal menata laksana aparaturnya. Jika pernyataan Bima Haria benar, bayangkan betapa besar kerugian negara akibat kebobrokan itu. Ada yang mengkalkulasi sampai Rp30 miliar sebulan. Dan itu sudah berlangsung sejak 2014 lalu. Kalikan saja betapa duit negara ludes untuk kesalahan itu.

Baca Juga : Sikap Kami: Utang Kita di Jatigede

Bayangkan pula, apakah duit tersebut betul-betul terkirim kepada PNS misterius itu? Bukankah masyarakat juga bisa bersyakwasangka, bagaimana jika PNS misterius pun tak menerimanya, kemana uang itu terkumpul?

Kalau Paryono yang betul, bayangkan pula, bagaimana kepegawaian jika datanya saja tidak ada. Bagaimana jenjang karier, bagaimana evaluasi terhadap pegawai tersebut? Sungguh amburadul.

Persoalan penataan kepegawaian bukan hanya soal ini. Banyak soal menyangkut aparatur negara yang terjadi di negeri ini. Di sebuah kabupaten di Papua, misalnya, belum lama ini diketahui ada 280 orang ASN yang tak pernah ngantor bertahun-tahun. Ironisnya lagi, sebagian besar di antara mereka adalah pejabat eselon III sampai IV. Gila bukan?

Baca Juga : Sikap Kami: Kang Lee Teuk, Kang Ye Sung

Buat kita, persoalan ASN siluman ini hal yang sangat mendasar. Harus beres sebelum negara menghapuskan pejabat eselon III dan IV, mengalihkannya menjadi pejabat fungsional. Sesuatu yang mungkin serius dijalankan hanya karena terlontar dari pejabat politik tanpa berpikir jauh akibat yang muncul.

Halaman :


Editor : Zulfirman