Sikap Kami: Selamat Pagi, Madam

SEKALI waktu, lebih setengah abad lalu, seorang perempuan marah kepada suaminya. Perempuan itu Soong Mei-ling. Lebih dikenal sebagai Madam Chiang Kai-shek. Suaminya memang Chiang Kai-shek, pemimpin China dan kemudian Taiwan.

Sikap Kami: Selamat Pagi, Madam

SEKALI waktu, lebih setengah abad lalu, seorang perempuan marah kepada suaminya. Perempuan itu Soong Mei-ling. Lebih dikenal sebagai Madam Chiang Kai-shek. Suaminya memang Chiang Kai-shek, pemimpin China dan kemudian Taiwan.

Madam orang kuat. Dia ipar tokoh besar lainnya, Sun Yatsen. Kakaknya, Soong Tse-ven (TV Soong) Perdana Menteri. Sebagai perempuan, kerap dia jadi pengendali.

Kemarahannya kepada Chiang Kai-shek adalah karena membiarkan koran memuat laporan investigasi kasus korupsi yang dilakukan keluarga besarnya. Besoknya, koran itu memuat perbaikan berita, dari awalnya korupsi senilai US$300 juta menjadi US$3 juta.

Baca Juga : Sikap Kami: Victory, Bukan Selebrasi

Begitulah jika madam berkuasa. Terlebih, di tengah kondisi negeri yang tengah hiruk-pikuk seperti ketika Taiwan baru saja mendapatkan kemerdekaannya itu. Perebutan kekuasaan terjadi. Madam Chiang tak pernah berkuasa, tapi kekuasaannya melebih pemimpin formal.

Madam Chiang adalah gambaran betapa peran perempuan dalam perkara korupsi tak hanya terjadi saat ini. Sejak dulu kala sudah ada. 

Di Jawa Barat, “madam-madam” semacam itu juga cukup banyak. Bahkan tak hanya koruptif, tapi juga berkuasa secara sah. Tengoklah jajaran kepala daerah perempuan yang terjerat kasus korupsi. Dari Imas Aryumningsih, Atty Suharti, hingga Neneng Hasanah Yasin. Jangan-jangan, daftarnya nanti bisa makin panjang. Semoga jangan.

Baca Juga : (Sikap Kami) Belajar dari PSBB

Apalagi di Indonesia. Daftarnya begitu panjang. Dari Sri Wahyuni Maria Manalip (Talaud), Siti Mashita (Tegal), Sri Hartini (Klaten), Vonnie Panambunan (Minahasa Utara), hingga dua yang sebenar-benar madam: Ratu Atut Choisyah (Banten) dan Rita Widyasari (Kutai Kartanegara).

Halaman :


Editor : Zulfirman