Bawang Merah, Bawang Murah

Harga komoditas bawang merah dalam dua tahun belakangan ini termasuk menyentuh titik nadirnya. Dua tahun berturut-turut petani terus merasakan harga bawang merah yang sangat murah.

Bawang Merah, Bawang Murah
INILAH, Cirebon - Harga komoditas bawang merah dalam dua tahun belakangan ini termasuk menyentuh titik nadirnya. Dua tahun berturut-turut petani terus merasakan harga bawang merah yang sangat murah.
 
Bahkan bawang merah petani cenderung tidak laku di pasaran. Padahal dalam tahun-tahun sebelumnya, para petani terus meraup untung dari tanaman yang menjadi andalan, khususnya di wilayah Cirebon, Jawa Barat, bagian timur ini.
 
Kondisi tersebut, tentunya membuat para petani terus merugi. Akan tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak dengan keadaan yang menimpa terus menerus tanpa ada perhatian khusus dari pemerintah.
 
Seperti dikatakan petani bawang asal Desa Karangwangun, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Wasirudin bahwa harga bawang sudah tidak lagi seperti dahulu. Meskipun warnanya masih tetap merah.
 
"Bawang masih merah, tapi harganya sangat murah," kata Wasirudin berseloroh.
 
Harga bawang merah yang selalu di bawah Rp10 ribu itu, membuat ongkos produksi tidak bisa ditutup lagi. Karena memang harga yang tidak sesuai.
 
Menurut Wasirudin, petani tidak menginginkan harga terlalu tinggi yang bisa membuat konsumen atau para pembeli terutama ibu-ibu rumah tangga menjerit.
 
Dia sadar ketika harga itu melambung dan tak terkontrol, maka tentunya membuat masyarakat terutama yang sebagai konsumen akan kesulitan membeli.
 
"Kami hanya ingin ongkos produksi bisa tertutupi saja, dan ada keuntungan yang bisa dinikmati," ujarnya.
 
Peran Pemerintah 
Wasirudin yang merupakan Ketua Kelompok Tani Kecamatan Babakan Cirebon itu mengaku sudah melakukan berbagai cara, agar pemerintah bisa membantu kesulitan yang sedang dialami oleh para petani.
 
Namun sampai saat ini tidak ada tanggapan sama sekali. Dan jika kondisi itu terus terjadi, dia meyakini lama-lama para petani akan beralih untuk menanam komoditas lain yang bisa menghidupi.
 
Saat ini saja, para petani sudah mulai beralih untuk menanam jagung, padi dan tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan.
 
Sikap pemerintah, kata dia, sangat jauh berbeda. Ketika harga bawang melambung, maka ramai-ramai melakukan sidak dan terjun ke lapangan, ini yang menjadi pertanyaan.
 
"Kita pernah melakukan demo, bersurat dan berbagai cara lainnya, upaya ini dilakukan dengan harapan harga segera stabil, tidak seperti saat ini, tapi tidak ada hasilnya," keluhnya.
 
Sementara itu petani bawang lainnya, Abung mengatakan bawang merah sekarang ini hampir tidak laku, karena para tengkulak pun tidak ada yang tertarik untuk membeli.
 
"Kadang malah para tengkulak tidak mau membeli, alasan mereka terus merugi," katanya.
 
Harapan petani 
Petani mengharapkan harga bawang merah bisa stabil yaitu sekitar Rp15 ribu per kilogram untuk tingkat petani. Karena harga obat-obatan, pupuk dan tenaga kerja juga terus merangkak naik.
 
Padahal ongkos produksi tidak bisa turun, malah dari tahun ke tahun cenderung naik terus. Ini yang membuat petani berharap banyak kebijakan pemerintah.
 
Wasirudin menjelaskan dahulu sentra bawang merah hanya ada di Pulau Jawa saja, seperti Cirebon, Brebes, Tegal dan beberapa daerah lainnya.
 
Untuk luar Pulau Jawa pasti harus membeli dari daerah itu. Namun saat ini dengan program yang digelontorkan pemerintah, maka banyak daerah yang biasa menjadi tujuan saat ini sudah bisa menyaingi.
 
"Ketika di mana-mana panen melimpah, pemerintah harus hadir memberikan solusi yang baik untuk para petani, jangan malah ditinggalkan," kata Wasirudin.
 
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Ali Effendi mengatakan komoditas bawang merah saat ini memang belum juga stabil. Dan dalam beberapa bulan terakhir harganya terus turun.
 
Untuk sekarang di tingkat petani harga bawang merah hanya kisaran Rp5.000-6.000 per kilogram dan itu membuat para petani bawang khususnya di Cirebon terus merugi.
 
Karena tanaman bawang itu bermodal sangat tinggi per hektare bisa menghabiskan ongkos produksi mencapai Rp100 juta.
 
"Modalnya tinggi tetapi risikonya juga tinggi, dan untungnya kalau berhasil juga tinggi," kata Ali.
 
"Namun saat ini harga di kisaran R5.000-6.000 per kilogramnya ya itu ruginya besar dan diperkirakan mencapai Rp 40-60 juta per hektare," ujarnya.
 
Dengan terus tidak stabilnya harga bawang, seharusnya Kementerian Perdagangan bisa menentukan harga eceran tertinggi (HET), dengan Bulog bisa mengintervensi dengan melakukan pembelian.
 
Namun itu juga tidak memecahkan masalah, karena Bulog sendiri tidak memiliki gudang untuk menampung bawang merah milik petani.
 
Selain tidak adanya gudang, Bulog juga mempunyai kendala lain yaitu pemasarannya belum ada. Dan ini yang membuat pemerintah sulit untuk mengintervensi.
 
Pemkab Cirebon sendiri, kata Ali terus berupaya memperjuangkan nasib para petani dengan berbagai cara baik secara lisan maupun tulisan.
 
Dinas Pertanian sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Perdagangan, agar bisa memberikan solusi masalah harga bawang.
 
"Kami juga sudah memfasilitasi dengan membuat surat ke Kementerian Perdagangan melalui pak Bupati, agar permasalahan bawang bisa diperhatikan," ujarnya.
 
Dia mengaku sudah mengimbau kepada para petani, agar tidak menanam bawang terus menerus, hal ini agar tidak terlalu merugi, mengingat modalnya sangat besar.
 
"Kami juga sudah mengimbau agar ketika menanam bawang itu tidak terus menerus, ini upaya untuk menekan kerugian," katanya.
 


Editor : inilahkoran