Menyoal Dualisme SOKSI

Akhir pekan ini menjadi momen penting bagi keluarga besar Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Jawa Barat. Salah satu organisasi kemasyarakatan tertua di Tanah Air ini bakal melangsungkan musyawarah daerah (Musda) yang diawali dengan rapat pimpinan daerah (Rapimda).

Menyoal Dualisme SOKSI

Akhir pekan ini menjadi momen penting bagi keluarga besar Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Jawa Barat. Salah satu organisasi kemasyarakatan tertua di Tanah Air ini bakal melangsungkan musyawarah daerah (Musda) yang diawali dengan rapat pimpinan daerah (Rapimda). Yang menarik, Musda kesepuluh ini menjadi yang pertama setelah akhir tahun 2020 lalu muncul “SOKSI lain” di Jawa Barat. Dualisme ini menandai fase baru SOKSI Jawa Barat yang selama puluhan tahun sebelumnya solid sebagai satu kesatuan.

Lalu, jika ada yang bertanya siapakah pemilik sah SOKSI, setidaknya ada dua hal yang bisa menjadi rujukan untuk memudahkan jawabannya. Sebagai negara hukum, tentu saja pijakan utama adalah produk hukum. Sebagai organisasi yang telah melewati tiga babak sejarah Republik, aspek historis menjadi pertimbangan lain yang tak kalah pentingnya. Jika dua matra itu sudah dimiliki, sejatinya tidak ada lagi polemik keabsahan sebuah entitas. Jawaban atas pertanyaan tersebut turut menentukan nasib SOKSI Jawa Barat itu sendiri.

Dualisme SOKSI

Baca Juga : Sikap Kami: Deradikalisasi Media Sosial

Di tingkat nasional, terdapat dua pihak yang mengklaim sebagai Ketua Umum SOKSI. Lengkap dengan susunan pengurus Dewan Pimpinan Nasional (Depinas) masing-masing. Ahmadi Noor Supit di satu kutub, Ali Wongso Sinaga di kutub lainnya. Ahmadi Noor Supit ditetapkan menjadi ketua umum dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI SOKSI di Jakarta pada 24-26 Juli 2020. Adapun Ali Wongso terpilih dalam Munas X SOKSI tiga tahun sebelumnya di kota yang sama.

Apakah Munas XI yang memilih Ahmadi Noor merupakan kelanjutan dari Munas X yang menetapkan Ali Wongso? Tentu saja bukan. Munas XI/2020 merupakan kesinambungan dari Munas X yang berlangsung di Cilegon, Banten, pada 20 Mei 2015. Kala itu, Munas X/2015 secara aklamasi memilih Ade Komarudin sebagai Ketua Umum SOKSI. Sementara itu, Munas X/2017 merupakan episode lanjutan dari Munas IX yang berlangsung di Bogor pada 2010 silam. Nah, dari Bogor itulah babak baru dualisme SOKSI bermula.

Sampai 2010, hanya ada satu SOKSI di Indonesia. Benih-benih keretakan organisasi yang berdiri pada 20 Mei 1960 ini bermula sejak hari kedua berlangsungnya Munas IX pada 22 Mei 2010. Merujuk pada dokumen putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor: 48/G/2020/PTUN-JKT Tanggal 7 September 2020, pemicunya adalah pembahasan Tata Tertib Munas IX, khususnya pasal 41 dan 45 yang membahas persyaratan calon Ketua Umum SOKSI. Pembahasan tata tertib ini kemudian berlarut hingga berakhirnya Munas keesokan harinya. Munas berakhir deadlock dan memberikan mandat kepada pendiri SOKSI, Suhardiman, untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya.

Baca Juga : Sikap Kami: Government of Contradictions

Tak semua peserta sepakat dengan keputusan Munas. Sebagian peserta “melanjutkan” Munas untuk kemudian memilih Rusli Zainal sebagai Ketua Umum SOKSI dan Ali Wongso sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum. Adapun Suhardiman sebagai pengambil wewenang Munas mengeluarkan  sejumlah kebijakan strategis. Salah satunya menetapkan Ade Komarudin sebagai Ketua Umum Depinas SOKSI masa bakti 2010-2015.

Halaman :


Editor : Ghiok Riswoto