Sikap Kami: Kenapa Kita Gagal?

DULU, lockdown pernah jadi kata yang tak disukai. Saat desakan untuk mengunci wilayah kala pandemi baru mulai, lockdown jadi kata yang harus dihindari. Kita, dalam hal ini pemerintah, lebih suka menggunakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Sikap Kami: Kenapa Kita Gagal?

Maka, yang terjadi, kebijakan bagus cenderung dinilai dari siapa yang mengusulkan atau menjalankan. Jika bukan dari kelompok pemerintah dan pendukungnya, diabaikan, bahkan dikritisi habis-habisan. Ihwal tarik rem di Jakarta adalah salah satu contohnya.

Buat kita, apa yang disampaikan Presiden Jokowi beberapa hari lalu, bahwa kita berhasil menangani krisis pandemi, tak lebih dari sekadar optimisme semu. Faktanya, kasus di kita sudah lebih 1 juta. Peringkat ke-19 di dunia, posisi ketiga di Asia. Itupun dengan tingkat testing yang menjadi salah satu terendah di jagad bumi. Pengangguran meroket. Jadi, masih sangat merisaukan.

Sederhana, jika kita ingin menangani Covid-19, lupakanlah 2022, 2023, apalagi 2024. Kita satukan tekad, kita satukan potensi, kita satukan pikiran dan ide, kita jalankan bersama-sama. Tanpa ada yang menelikung. Mudah-mudahan berhasil. (*)
 

Baca Juga : Sikap Kami: Victory, Bukan Selebrasi

Halaman :


Editor : Zulfirman