Sinergitas Pentahelix Solusi Akses Modal BUMDes

Sulitnya mengakses permodalan menjadi salah satu persoalan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), tak terkecuali di Provinsi Jawa Barat. Sinergitas Pentahelix solusinya.

Sinergitas Pentahelix Solusi Akses Modal BUMDes
INILAH, Bandung – Sulitnya mengakses permodalan menjadi salah satu persoalan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), tak terkecuali di Provinsi Jawa Barat. Sinergitas Pentahelix solusinya.
 
Konsep tersebut menggabungkan peran masyarakat, akademisi, dunia usaha, pemerintah, hingga media massa. Hal itu dipaparkan dalam  Focus Group Discussion (FGD) sebagai rangkaian Peluncuran BUMDes Provinsi Jabar yang digelar Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jabar di Cihampelas Walk, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Sabtu (15/12/2018).
 
Diketahui, pemerintah menggenjot isu pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di seluruh Indonesia, sejak disahkannya Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Sedangkan di Jawa Barat sedikitnya ada 5.000 BUMDes yang telah dibentuk dan di antaranya sudah menuai keberhasilan. Meski demikian, banyak pula yang mendapat kendala terkait permodalan sehingga jalan di tempat, bahkan gulung tikar.
 
Wakil Rektor Bidang Riset, Pengabdian pada Masyarakat, Kerja Sama, dan Korporasi Akademik Universitas Padjadjaran (Unpad) Keri Lestari mengatakan, kondisi tersebut adalah hal yang lumrah. Terlebih untuk sebuah inovasi yang membutuhkan penyempurnaan.
 
"Kami peneliti dari berbagai disiplin ilmu bekerja sama dengan Kemendesa (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi) membuat sebuah pemodelan pentahelix, yakni mempertemukan peran dari kelima unsur tadi," ujar Keri.
 
Melakui konsep pentahelix ini, dia sampaikan, maka semua unsur bisa saling mengisi dan menguatkan. Demikian terbentuknya BUMDes sebagai motor perekonomian masyarakat desa diharapkan benar-benar tercapai. 
 
Menurut Keri, bila bicara bisnis tidak bisa berjalan sendiri. Melainkan membutuhkan sinergitas dari seluruh pihak demi tercapainya percepatan usaha.
 
"Sebab, pembentukan usaha harus dibarengi dukungan market (pasar), jejaring, regulasi, hingga sosialisasi lewat media massa," imbuh dia.
 
Keli mengklaim telah sukses melakukan uji coba penyelesaian persoalan modal yang dihadapi BUMDes lewat konsep pentahelix. Jalan keluarnya menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
 
"Setiap BUMN dan BUMD kan punya CSR yang harus dilempar untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Kami sudah coba ini di Tasikmalaya bekerja sama dengan BUMN dan putarannya lumayan baik," katanya.
 
Menurut dia, dengan melakukan hal tersebut, praktis akan mendapatkan win-win solution antara kedua belag pihak. "Toh mereka (BUMDes) sebenarnya juga memiliki business plan yang benar karena adanya pendampingan manajerial," katanya.
 
Sementara itu, Divisi Kredit UMKM Bank bjb Muklisin tak menampik pihaknya terbentur regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) dalam penyaluran modal kepada BUMDes. Dalam ketentuannya, penerima kredit terbagi dua kategori, yaitu perorangan dan badan usaha berbadan hukum. Sementara BUMDes tidak masuk kategori keduanya.
 
"Artinya kalau mau menyalurkan ke individu, harusnya berarti di dalam akta penunjukan perdes (peraturan desa)-nya harus ada klausul yang mengatur pengurus ini boleh bermitra dengan pihak ketiga (bank). Sampai saat ini, BUMDes juga belum bisa dikategorikan badan hukum, ini yang jadi kendala," ujar Muklisin.
 
Dia memastikan, pihaknya tidak akan menutup diri dalam pengembangan BUMDes di Jabar. Apalagi potensi penyaluran kredit kepada BUMDes di Jabar sangat besar. 
 
"Bayangkan bisa menyalurkan Rp50 juta saja kepada 1 BUMDes dikali total 5.000-an BUMDes di Jabar, sudah luar biasa," katanya.
 
Saat ini, tambah dia, sebagai salah satu BUMD Pemprov Jabar, Bank bjb sedang melakukan penyesuaian regulasi terkait penyaluran kredit kepada BUMDes. "Ada beberapa persyaratan yang kami coba sesuaikan dengan BUMDes. Paralel, kami juga melakukan sosialisasi untuk klausul dalam perdes disesuaikan," pungkasnya.


Editor : inilahkoran