Sikap Kami: Buzzer Laknat di Olimpiade

MOHON maaf, sekali ini kami tak kuasa menahan gejolak emosi. Menyangkutkan persoalan-persoalan SARA terhadap olahraga adalah perbuatan laknat. Jadi, jika ada buzzer yang melakukan itu, bisa kami simpulkan: itu buzzer laknat.

Sikap Kami: Buzzer Laknat di Olimpiade

MOHON maaf, sekali ini kami tak kuasa menahan gejolak emosi. Menyangkutkan persoalan-persoalan SARA terhadap olahraga adalah perbuatan laknat. Jadi, jika ada buzzer yang melakukan itu, bisa kami simpulkan: itu buzzer laknat.

Bahkan ketika Indonesia (saat itu mengusung Hindia Belanda) tampil pertama –dan sekali-kalinya—di Piala Dunia, tahun 1938, pemainnya multiras. Kebanyakan Belanda, tapi ada juga Tionghoa, Jawa, Sumatera, dan Ambon. Mereka bersatu di lapangan.

Saat Indonesia secara sensasional menahan Uni Soviet di Olimpiade Melbourne 1956, tak semua pemainnya Melayu. Ada juga Tionghoa. Salah duanya: Thio Him Tjiang dan Endang Witarsa. Mereka satu. Tak terkotak-kotak. Endang Witarsa bahkan membaktikan hidup untuk sepak bola hingga akhir hayatnya, 2008 lalu.

Baca Juga : Sikap Kami: Heli Wagub Uu

Di bulutangkis juga begitu. Tahun 1973, tim Indonesia di Piala Thomas, di tengah berjibunnya pemain keturunan Tionghoa, dari Rudy Hartono, Muljadi, Christian Hadinata, Ade Chandra, Tjun Tjun, terselip Amril Nurman. Dia melayu asli. Dari Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

SARA menjadi musuh di panggung olahraga. Sudah dilawan bahkan sejak era Muhammad Ali. Ali jadi kontroversi pun sejatinya bukan soal SARA, melainkan penolakannya terhadap wajib militer. Buktinya, apapun agamanya, hampir semua warga Amerika kala itu menyukai pria asal St Louis itu.

Kurang apa hebatnya Lewis Hamilton? Tak lama lagi, dia jadi pembalap Formula 1 terhebat sepanjang sejarah. Dia “berbeda” sendiri di antara pembalap-pembalap lain. Tapi, tak ada yang menyoalnya. Bahkan, Hamilton menjadi pejuang paling depan menentang SARA di ajang olahraga. 

Baca Juga : Sikap Kami: Ini Bukan Prank Kan?

Tengok juga klub-klub profesional di Eropa. Di Stadion Anfield, Liverpool, kini ada ruang khusus untuk beribadah bagi muslim. Sebab, mereka sadar, ada pemain-pemain mereka yang harus menjalankan kewajiban personalnya dengan Tuhan. Juga di Barcelona. 

Halaman :


Editor : Zulfirman