Wartawan di Balik Kisah Nyata Sinetron Sayekti dan Hanafi

Seluruh novelnya berlatar belakang sosial dan sejarah di Sumatera Utara. Novel-novel Idris Pasaribu yang selalu habis terjual, kerap jadi bahan penelitian, skripsi, dan disertasi akademisi.

Wartawan di Balik Kisah Nyata Sinetron Sayekti dan Hanafi
Idris Pasaribu. (Antara Foto)

Novel Mangalua saya terima Kamis (18/7) sore. Pengirimnya Idris Pasaribu, sastrawan dan wartawan senior asal Medan. Ini novel ketiga Idris, sedangkan karya sebelumnya berjudul Acek Botak (2009) dan Picalang (2012).

Seluruh novelnya berlatar belakang sosial dan sejarah di Sumatera Utara. Selain didokumentasikan National Library of Australia, novel-novel Idris Pasaribu yang selalu habis terjual, kerap jadi bahan penelitian, skripsi, dan disertasi akademisi.

Idris Pasaribu --dilahirkan Oktober 1952 di Delitua, Sumatera Utara-- wartawan berbagai media sejak 80-an, di antaranya Majalah Tempo dan Majalah Kartini.

Sempat juga jadi pegawai RRI Medan dan kini redaktur budaya Harian Analisa Medan. Cerpen-cerpennya dimuat di berbagai media di Jakarta, termasuk cerita bersambung di Sinar Harapan.

Salah satu laporan jurnalistik Idris yang menghebohkan dan kemudian dijadikan sinetron di TVRI dan RCTI berjudul Sayekti dan Hanafi. Di TVRI pada 1988, sinetron yang digarap sutradara Irwinsyah, dibintangi Neno Warisman. Untuk mendapatkan suasana kebatinan Sayekti dan Hanafi, Irwinsyah dan Neno Warisman menemui Idris di Medan. Idris membawa keduanya ke tempat peristiwa terjadi.

Pada 2005, kisah tragis Sayekti dan Hanafi digarap ulang sutradara Hanung Bramantyo di RCTI. Sayekti diperankan Widi Mulia. Skenario tetap ditulis Alex Suprapto Yudho, yang menulis skenario sejak pertama. Sayekti dan Hanafi meraih delapan nomine dalam Festival Film Indonesia 2005.

Kisah Nyata

Halaman :


Editor : suroprapanca