Budaya Agraris, Poros Maritim Dunia?

Budaya Agraris, Poros Maritim Dunia?
Ilustrasi (antara)

 

INILAH, Jakarta - Di depan anggota MPR periode 2014-2019, saat Joko Widodo dilantik menjadi Presiden periode 2014-2019, 20 Oktober 2014, dalam sambutan Presiden Joko Widodo dengan tegas dan lantang mengatakan, "Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim."

Presiden melanjutkan, "Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita pada masa lalu, bisa kembali membahana."

Baca Juga : Sikap Kami: Ini Perang Kita

Apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo merupakan bentuk reaktualisasi, reorientasi, dan revitalisasi dari potensi yang ada di dunia kemaritiman dan kelautan Indonesia.

Menggali potensi dunia maritim atau kelautan merupakan suatu yang lumrah atau ada dalam pemerintahan dari masa ke masa, sejak Presiden Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, hingga Susilo Bambang Yudhoyono, sektor ini selalu diperhatikan, diolah, dieksplorasi, dan dieksploitasi, sesuai dengan kebutuhan zamannya.

Presiden Joko Widodo mengajak bangsa Indonesia untuk tidak lagi memunggungi lautan sebab di sana merupakan kekayaan yang belum dikelola secara maksimal. Selama ini bangsa Indonesia bisa jadi lebih fokus mengeksplorasi dan mengeksploitasi apa yang ada di darat.

Baca Juga : Sikap Kami: Langkah Darurat untuk Rakyat

Kalau lihat kebijakan dari pemerintahan yang ada, terutama pada masa presiden kedua RI H.M. Soeharto, bangsa ini fokus pada dunia pertanian. Hal demikian sangat wajar sebab jumlah petani di Indonesia pada masa itu bisa dikatakan sangat dominan serta lahan yang ada masih terbilang luas.

Halaman :


Editor : suroprapanca