Sikap Kami: Mahalnya Cipta Kerja

UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadikan regulasi berbiaya mahal di Indonesia. Daerah-daerah harus ikut bayar.

Sikap Kami: Mahalnya Cipta Kerja
Hakim Konstitusi Anwar Usman (tengah), Aswanto (kiri) dan Saldi Isra (kanan) memimpin sidang Pengujian Formil dan Materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (5/8/2021). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan ahli dan saksi pihak pemohon. ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj. *** Local Caption ***

INILAHKORAN, Bandung- Tak terbantahkan, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjelma menjadi regulasi berbiaya mahal di Indonesia. Daerah-daerah harus ikut merogoh kocek karenanya. Soal manfaat, tentu masih bisa diperdebatkan.

Kenapa? Karena seluruh regulasi tingkat daerah kini harus diselaraskan dengan Omnibus Law itu. Mulai dari peratuan daerah hingga peraturan kepala daerah. Acuannya satu itu: UU Cipta Kerja.

Satu contoh saja. Kota Bogor harus melakuka revisi terhadap 42 perda. Beragam isinya. Salah satu dan yang utama adalah hal-hal yang menyangkut kemudahan investasi.

Baca Juga: Sikap Kami: PON Salah Arah

Revisi perda –harus pula dilakukan dalam waktu secepat-cepatnya, sungguh menyita konsentrasi. Dia tak hanya menyita waktu, tapi juga pikiran, dan tentu saja anggaran.

Berapakah biaya membuat perda? Masing-masing punya kalkulasinya. Rata-rata pembuatan satu perda di DI Yogyakarta pada 2013 senilai Rp500 juta. Di Kota Batam, tahun 2020, biayanya Rp480 juta.

Halaman :


Editor : inilahkoran