Ternyata Hafalan Alquran Bisa Jadi Mahar Nikah?

UNTUK mengatahui lebih lanjut tentang permasalahan ini, ada baiknya jika kita tinjau terlebih dahulu landasan hukum syariat bagi perkara ini. Dalil untuk perkara ini adalah hadits Sahal bin Sad As-Saidi radhiyallahu anhu. Beliau mengisahkan bahwa suatu ketika ada seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salam seraya mengatakan:

Ternyata Hafalan Alquran Bisa Jadi Mahar Nikah?
Ilustrasi/Net

Adapun tafsiran yang kedua, cukup suami menghafalkan surah itu saja. Maka itu sudah menjadi mahar. Ini merupakan penghormatan bagi mereka yang menghafal Quran. Kewajiban suami adalah membuktikan bahwa dia telah menghafalnya dengan membacakannya di hadapan istrinya. Boleh ketika akad atau setelah akad. Tafsiran kedua inilah yang sering dipahami oleh masyarakat pada umumnya.

Manakah di antara kedua tafsiran tersebut yang benar? Yang paling mendekati kebenaran adalah tafsiran yang pertama. Bahwa maksudnya mahar dengan hafalan adalah pengajaran surah yang dihafalnya untuk istrinya. Bukan sekadar membacakan atau menyetorkan hafalan saja. Tafsiran inilah yang dipegang oleh mayoritas ulama.

Mengapa tafsiran pertama yang lebih benar? Berikut penjelasannya:

Baca Juga : Menikah Saat Hamil di Luar Nikah, Sah atau Haram?

1. Tafsiran pertama dijelaskan pada hadits Sahal bin Sad dari jalur Zaidah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya. Kisahnya sama, namun riwayat dari jalur Zaidah redaksinya:

"Pergilah!, telah aku nikahkan engkau dengannya, dan ajarkan dia (surah-surah yang kamu hafal) dari Alquran!"

Berdasarkan kaidah yang disepakati oleh ahli hadits bahwasanya apabila terdapat perbedaan redaksi dalam riwayat yang sama, dan sumbernya pun sama. Dan perbedaan tersebut tidak bertentangan, maka antara redaksi satu sama lain saling menafsirkan. Ditambah lagi Zaidah bin Qudamah adalah seorang perawi yang tsiqah, maka riwayatnya pun layak diterima sebagai tafsiran bagi riwayat lainnya. Inilah yang dilakukan oleh para ulama ahli hadits. Ketika memaknai sebuah hadits tidak cukup bagi mereka melihat artinya menurut bahasa saja. Namun mereka mengumpulkan seluruh riwayat yang ada. Setelah terkumpul, di situlah akan diketahui makna suatu hadits.

Baca Juga : Bayi Keguguran, Haruskah Diberi Nama dan Disalati?

2. Tafsiran pertama memiliki penguat dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunannya, yang redaksinya:


Editor : Bsafaat